A. Konsep Dasar
Ellis memandang bahwa manusia itu
bersifat rasional dan juga irasional. Orang berperilaku dalam cara-cara
tertentu karena ia percaya bahwa ia harus bertindak dalam cara itu. Orang
mempunyai derajat yang tinggi dalam sugestibilitas dan emosionalitas yang
negative seperti kecemasan, rasa berdosa, permusuhan, dsb. Masalah-masalah
emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan mengoptimalkan
kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan
emosional. Para penganut teori RET percaya bahwa tidak ada orang yang
disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang
bertanggung jawab akan semua perilakunya.
B. Tokoh
Albert Ellis, merupakan tokoh teori
RET ini. Pada mulanya Ellis mendapat pendidikan dalam psikoanalisa, akan tetapi
dalam pengalaman prakteknya ia merasa kurang meyakini psikoanalisa yang
dianggap ortodoks. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya
dalam teori belajar behavioral, ia mengembangkan suatu pendekatan sendiri yang
kemudian disebut rasional-emotif terapi.
Unsur pokok terapi rasional-emotif
adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah: pikiran
dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih dalam prakteknya
kedua hal itu saling berkaitan. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran.
Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses
sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi
emosi orang tersebut, dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat
menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi
dan sebaliknya emosi mempengaruhi pikiran.
C. Tujuan Konseling Rasional-Emotif
Berdasarkan
pandangan dan asumsi tentang hakekat manusia dan kepribadiannya serta
konsep-konsep teoritik dari RET, tujuan utama konseling rasional-emotif adalah
sebagai berikut:
1.Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir,
keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi
rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan self-actualization-nya
seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan afektif yang positif.
2.Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak
diri sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas,
merasa was-was, dan rasa marah. Sebagai konseling dari cara berfikir keyakinan
yang keliru berusaha menghilangkan dengan jalan melatih dan mengajar klien
untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan
kepercayaan nilai-nilai dan kemampuan diri sendiri.
D. Teknik-Teknik Terapi
Terapi
rasional-emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, afektif,
dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi klien. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa macam teknik yang dipakai dalam rasional-emotif:
1.Assertive Training, yaitu teknik yang
digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien untuk secara
terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
2.Sosiodrama, yang digunakan untuk mengekspresikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu
suasana yang didramatisasikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas
mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan, ataupun melalui
gerakan-gerakan dramatis.
3.Self Modeling, yakni teknik yang digunakan
untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor
untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu.
4.Imitasi, yakni teknik yang digunakan di mana klien
diminta untuk menirukan secara terus menerus suatu model perilaku tertentu
dengan maksud menghadapi dan menghilangkan perilakunya sendiri yang negatif.
E.
Karakteristik Terapi Rational Emotive
Sebagai suatu bentuk hubungan yang
bersifat membantu (helping relationship), terapi rasional-emotif
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.Aktif-direktif: bahwa dalam hubungan konseling,
terapis/ konselor lebih aktif membantu mengarahkan klien dalam menghadapi dan
memecahkan masalahnya.
b.Kognitif-eksperiensial: bahwa hubungan yang
dibentuk harus berfokus pada aspek kognitif dari klien dan berintikan pemecahan
masalah yang rasional.
c.Emotif-eksperiensial: bahwa hubungan yang dibentuk
juga harus melihat aspek emotif klien dengan mempelajari sumber-sumber gangguan
emosional, sekaligus membongkar akar-akar keyakinan yang keliru yang mendasari
gangguan tersebut.
d.Behavioristik: bahwa hubungan yang dibentuk harus
menyentuh dan mendorong terjadinya perubahan perilaku dalam diri klien.
e.Kondisional: bahwa hubungan dalam RET dilakukan
dengan membuat kondisi-kondisi tertentu terhadap klien melalui berbagai teknik
kondisioning untuk mencapai tujuan terapi konseling.
F.
Peran Terapi dan Klien
Berikut merupakan gambaran yang harus dilakukan oleh seorang
praktisi rasional-emotif yaitu:
a.Mengajak, mendorong klien untuk menanggalkan ide-ide
irasional yang mendasari gangguan emosional dan prilaku.
b.Menantang konseli dengan berbagai ide yang valid dan
rasional.
c.Menunjukan kepada konseli azas ilogis dalam berpikirnya.
d.Menggunakan analisis logis untuk mengurangi
keyakinan-keyakinan irasional konseli.
e.Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan irasional ini adalah
“in-operative” dan bahwa hal ini pasti senantiasa mengarahkan klien pada
gangguan-gangguan behavioral dan emosional.
f.Menggunakan absurdity dan humor untuk
menantang irasional pemikiran klien.
g.Menjelaskan kepada klien bagaimana ide-ide yang irasional
ini dapat ditempatkan kembali atau disubstitusikan kepada ide-ide rasional yang
harus secara empirik melatarbelakangi kehidupannya.
G. Kelebihan dan Kelemahan Rational Emotif Therapy
Kelebihan Rational
Emotif Therapy
a.Pendekatan
ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien.
b. Para klien bisa memperoleh sejumlah
besar pemahaman dan akan menjadi sangat sadar akan sifat
masalahnya.
c.Kaedah berfikir logis yang diajarkan
kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi masalah
yang lain.
d.
Klien merasa dirinya mempunyai
keupayaan intelaktual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan Rational
Emotif Therapy
a. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logis
dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu cerdas otaknya untuk dibantu
dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
b. Ada
sebagian klien yang begitu terpisah dari realitas sehingga usaha untuk
membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
c. Ada
juga sebagian klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung
kepadanya dalam hidupnya, dan tidak mau berbuat apa-apa perubahan lagi dalam
hidup mereka.
d. Terapis
yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran” klien dengan
persuasi, indoktrinasi logika dan nasehat.
DAFTAR PUSTAKA
Elis, A. 1994. Reason and emotion in
psychotherapy (edisi kedua). New York: Birch Lane Press.
Corey G., 1991, Teori dan
Praktek dari Konseling dan Psikoterapi (terjemahan Mulyarto), IKIP Semarang
Pres.
Semiun. Y. 2006. Kesehatan Mental 3. Yogyakarta : Kanisius Anggota IKAPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar