Analisis dan Perancangan Sistem Pakar Dalam Mendiagnosa Penderita Autisme
1. Analisis Penyakit
Untuk
mendiagnosa suatu penyakit perlu diketahui terlebih dahulu gejala-gejala yang
ditimbulkan baik dari gejala yang terlihat langsung maupun yang dirasakan oleh
penderita oleh karena itu sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai autis pertama-tama
saya akan menjelaskan mengenai pengertian autis, gejala-gejala, cirri-ciri dan
karaktersistik autism.
Istilah autisme berasal dari kata “Autos”
yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti suatu aliran, sehingga
dapat diartikan sebagai suatu paham tertarik pada dunianya sendiri. Autisme
pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan
gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,
gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia,
mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan
stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk
mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya.
Autis adalah ganggungan perkembangan yang
mencakup bidang komunikasi, interaksi, dan perilaku yang terjadi pada awal masa
kanak-kanak. Istilah autis menggambarkan keadaan yang cenderung dikuasai oleh
pikiran atau perilaku yang terpusat pada diri sendiri.
Autisme adalah suatu keadaan yang dialami oleh
seorang anak sejak lahir ataupun saat
masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau
komunikasi yang normal.
Adapun gejala-gejala autis seperti :
a. Tidak mau tersenyum bila diajak senyum,
b. Tidak bereaksi bila namanya dipanggil
c. Temperamen yang pasif pada umur enam bulan diikuti dengan iribilitas
yang tinggi
d. Cenderung sangat terpukau dengan benda tertentu
e. Interaksi sosial yang kurang
f. Ekspresi muka yang kurang hidup pada saat mendekati umur dua belas bulan
g. Pada umur satu tahun lebih jelas menunjukkan gangguan komunikasi dan berbahasa
h. Bahasa tubuhnya kurang
i. Pegertian bahasa reseptif dan ekspresif rendah.
Ada beberapa macam jenis terapi
sebagai tata laksana autisme atau intervensi untuk anak autis. Jenis terapi
yang diperlukan dan sesuai untuk tiap individu bisa berbeda-beda, tergantung
keadaan masing-masing anak karena kondisi setiap anak berbeda, mengiangat autis
itu spektrum, sehingga tidak ada standar terapi yang cocok dan sam persis pada
setiap anak. Beberapa jenis terapi yang ada yaitu :
a. Terapi Perilaku
Berbagai jenis terapi perilaku telah dikembangkan untuk
mendidik anak dengan kebutuhan khusus, termasuk penyandang autisma, mengurangi perilaku
yang tidak lazim dan menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat. Untuk itu ada jenis terapi
perilaku yang dapat diterapkan pada anak autis, yaitu:
1). Terapi Okupasi
Sebagian
penyandang kelainan perilaku, terutama autisma juga mempunyai perkembangan
motorik yang kurang baik. Gerak-geriknya kasar dan kurang luwes bila
dibandingkan dengan anak-anak seumumnya. Pada anak-anak ini perlu diberi
bantuan terapi okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan
keterampilan ototnya. Otot jari tangan misanya sangat penting dikuatkan dan
dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang mebutuhkan
keterampilan otot jari tangannya, seperti menunjuk, bersalaman, memegang raket,
memetik gitar, main piano, dan lain-lain.
2). Terapi
Wicara
Bagi
anak dengan speech delay, maka terapi wicara merupakan pilihan utama. Untuk
memperoleh hasil yang optimal, materi speech Therapy sebaiknya dilasanakan
dengan metode ABA.
Bagi
penyandang autisma oleh karena semua penyandang autisma mempunyai keterlambatan
bicara dan kesulitan berbahasa, speech terapy adalah juga suatu keharusan ABA.
Menerapkan terapi wicara pada penyandang autisma berbeda dengan pada anak lain.
Terapis harus berbekal diri dengan pengetahuan yang cukup mendalam tentang
gejala dan gangguan bicara yang khas bagi penyandang autisma. Sosialisasi
dengan menghilangkan perilaku yang tidak wajar.
Untuk
menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum, perlu dimulai dari
kepatuhan dan kontak mata. Kemudian diberikan pengenalan konsep atau kognitif
melalui bahasa reseptif dan ekspresif. Setelah itu barulah anak dapat diajarkan
hal-hal yang bersangkutan dengan tatakarma.
Agar
seluruh perilaku sosial itu dapat ditekan, maka penting sekali diperhatikan
bahwa anak jangan dibiarkan sendirian, tetapi harus selalu ditemani secara
interaktif. Seluruh waktu pada saat anak bangun, perlu diisi dengan kegiatan
interaktif, baik yang bersangkutan dengan akademik, bina diri, keterampilan
motorik, sosialisasi, dan jangan lupa berikanlah imbalan yang efektif.
b.
Terapi Biomedik(obat, vitamin, mineral, food suplements)
Terapi
Biomedik mencari semua gangguan.bila ditemukan gangguan, maka harus segera
diperbaiki. Dengan demikian, fungsi susunan saraf pusat anak diharapkan bisa
bekerja dengan lebih baik, sehingga gejala-gejala autisme berkurang atau
menghilang. Pemeriksaan yang dilakukan biasanya adalah dengan pemeriksaan
laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah, urine, rambut, dan feses. Selain
itu dilakukan pemeriksaan colonoscopy
bila ada indikasi lain.
Dengan
cara ini, kemajuan anak dapat di monitor dengan tepat, dan penyebab autisme
bisa diketahui dengan pasti. Hal ini memudahkan orang tua untukmemperbaiki cara
penanganan yang salah dan mengulangi cara penanganan yang bermanfaat. Terapi
ini akan lebih baik jika dilakukan bersama erapi lain, seperti terapi bicara,
terapi tingkah laku, dan terapi okupasi. Untuk mengikuti terapi ini, sebaiknya
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dokter ahli dan jangan sembarangan
memberi terapi obat-obatan pada anak autis. Pemakaian obat dan suplemen makanan
harus disesuaikan dengan kebutuhan anak
2. Analisis permasalahan
Sistem Pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan
pengetahuan, fakta, dan tehnik penalaran dalam memecahakan masalah yang
biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seoarng pakar dalam bidang tersebut
(Martin dan Oxman, 1998).
Pada dasarnya sistem pakar diterapkan untuk mendukung aktivitas
pemecahan masalah. Beberapa aktivitas pemecahan masalh yang dimaksud antara
lain : pembuat keputusan (dicision making), pemaduan pengetahuan (Knowledge
fusing), pembuatan desain (designing), perencanaan (planning), prakiraan
(forecasting), pengaturan (regulating), pengendalian (controling), diagnosis
(diagnosing), perumusan (prescribing), penjelasan (explaining), pemberian
nasehat (odvising), dan pelatihan (tutoring). Selain itu sistem pakar juga
dapat berfungsi sebagai asisten yang pandai dari seseorang pakar (Martin dan
Oxman, 1998)
Sistem pakar dibuat pada
wilayah pengetahuan tertentu untuk suatu kepakaran tertentu yang mendekati
kemampuan manusia disalah satu bidang. Sistem pakar mencoba mencari solusi yang
memuaskan sebagaimana yang dilakukan seorang pakar. Selain itu sistem pakar
juga dapat memberikan penjelasan terhadap langkah yang diambil dan memberikan
alasan atas saran atau kesimpulan yang ditemukannya.
3. Sistem pakar
untuk mendiagnosa Penderita Autisme
Sistem pakar untuk mendiagnosa penderita
autisme ini dapat membantu penderita atau masyarakat yang mengalami autisme.
Mereka bisa melakukan konsultasi dari rumah masing-masing tanpa harus datang
atau berkonsultasi langsung dengan psikolog sehingga bisa menekan pengeluaran
dan tidak merasa malu dengan masyarakat sekitar. Pengguna hanya tinggal
memasukkan atau menginputkan gejala-gejala yang di alami atau dengan memilih
item-item yang sudah tersedia maka komputer akan memproses data dan memunculkan
solusi yang sesuai bagi penderita. Sistem yang dibuat bukan berarti
menggantikan peran psikolog tetapi hanya sebagai bahan pengetahuan masyarakat
terhadap permasalahan yang berhubungan dengan autisme. berikut gambar Flowchart rancangan Sistem Pakar untuk mendiagnosa penderita Autisme:
Gambar Flowchart
Dari
flowchart di atas, dapat dijelaskan langkah-langkah untuk merancang sebuah
sistem pakar pada penderita autis sebagai berikut :
1. Masukan
berupa fakta yang diberikan oleh pengguna seperti data anak, data orang tua, gejala yang di rasakan, usia dan jenis gangguan.
2. Kemudian
data-data tersebut disusun ke dalam kumpulan data, dimana setelah itu
terjadi pengecekan kembali apakah data-data tersebut sesuai atau tidak.
3. Setelah itu
jika tidak maka pengguna akan kembali mengisikan fakta-fakta yang lain,
akan
tetapi jika data tersebut sesuai maka, data atau fakta tersebut tersimpan di
dalam kumpulan data berbasis pengetahuan yang artinya berisi gejala-gejala dari
penderita autis
4. Kemudian
diproses hingga pengguna bisa melakukan proses konsultasi untuk
menghasilkan
sebuah diagnosa.
5. Dari
diagnosa tersebut, akan terlihat apakah
anak terkena gangguan autisme
atau tidak. Jika tidak maka kesimpulan hasil
konsultasi tidak akan ditampilkan
dan proses berakhir, akan tetapi jika anak tersebut menderita gangguan autisme
yang disimpulkan dari masukan gejala
sebelumnya, maka akan dihasilkan sebuah
kesimpulan dan solusi berupa terapi berdasarkan
usia, gejala dan jenis gangguan.
Bonny,
D. (2003). Terapi anak autis di rumah.
Jogjakarta: Puspa Suara Anggota
(IKAPI)
Handojo, Y.
(2003). Autisma. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia
Prasetyono. D.S. (2008). Serba-serbi
anak autis. Jogjakarta: DIVA Press (Anggota
IKAPI).
Priyatna,
A. (2010). Amazing autism, Jakarta :
PT Elex Media Komputindo.
Safari, T. (2005). Autisme.
Jogjakarta: Graha Ilmu
Bunafit ,Nugroho. (2008). Membuat Aplikasi Sistem Pakar Dengan PHP dan
Editor Dreamweaver. Yogyakarta :Grahamedia
Kusrini. Sistem pakar toeri dan aplikasi.
Yogyakarta : Andi offset
Asiz, F. Pemprograman Sistem Pakar, Elex :
Media komputindo
Prasetyono. D.S. (2008). Serba-serbi
anak autis. Jogjakarta: DIVA Press (Anggota
IKAPI).
Rahajeng (2008), Rancangan Sistem pakar.http://lib.uin malang.ac.id/thesis/fullchapter/
04550050-sittirahajeng-np.ps
Tidak ada komentar:
Posting Komentar